Selamatkan
Diri dan Keluarga dari Penyakit Materialisme
Kamis, 07 Juni 2012
Oleh: Abdullah al-Mustofa
SEORANG ibu yang tinggal di sebuah kota kecil
menceritakan, anak gadisnya yang bersekolah di sebuah sekolah Islam
merasa minder ketika berkumpul dengan teman-temannya karena kebanyakan
dari mereka memiliki Blackberry (BB). Orangtuanya merasa
kasihan padanya hingga membelikannya ketika ada rejeki agar putrinya
tidak merasa minder lagi meskipun masih banyak kebutuhan mendesak
lainnya yang musti dipenuhi termasuk membayar hutang-hutang.
Ada seorang remaja putri yang juga tinggal di kota kecil merasa
ketinggalan jaman karena tidak mempunyai laptop. Akhirnya orangtuanya
memaksakan diri membeli laptop dengan cara mencicil, meskipun masih ada
kebutuhan primer yang harus lebih diutamakan. Ada seorang remaja
laki-laki desa yang ingin dibelikan sepeda motor oleh orangtuanya
mengalami stres hingga mengalami sakit jiwa karena orangtuanya tidak
mengabulkan permintaannya.
Ada remaja perempuan desa yang mengancam orangtuanya akan pergi
meninggalkan rumahnya jika orangtuanya tidak membelikan handphone. Ada
seorang Muslimah tinggal di pedesaan yang tidak peduli agama yang dianut
seorang laki-laki yang dipilihnya menjadi suaminya tidak sama dengan
agama yang dianutnya, yang penting baginya ada jaminan kesejahteraan
dalam hidupnya karena laki-laki tersebut seorang Pegawai Negeri Sipil.
Fenomena seperti di atas adalah hal yang sering kita temui dan
dianggap wajar terjadi serta mudah ditemui di jaman ini. Tidak pandang
bulu di kota besar atau kota kecil, di tengah kota, pinggir kota atau di
pedesaan.
Dalam kisah-kisah di atas, ada satu hal yang sama yang diinginkan
para tokohnya, yaitu harta benda atau materi. Materi adalah kebutuhan
manusia sejak manusia pertama yakni Adam as hingga manusia terakhir yang
lahir di muka bumi ini. Wajar, tidak salah dan tidak berdosa manusia
memenuhi kebutuhan materinya baik yang tergolong kebutuhan primer,
sekunder maupun tersier yang halal, didapatkan dengan cara yang halal
dan dari harta yang halal, serta dalam batas kewajaran.
Akan menjadi salah jika materi digunakan: sebagai sumber kebahagiaan,
percaya diri, kepuasan batin dan kemuliaan diri; untuk menghormati
orang lain dan mengharapkan orang lain menghormati dirinya; untuk
menilai status sosial dan kesuksesan diri sendiri dan orang lain; dan
sebagai faktor pendorong melakukan aktivitas sosial dan keagamaan.
Juga termasuk kategori perbuatan yang tidak tepat jika untuk
mendapatkan materi dalam rangka memenuhi kebutuhan materi harus
mengorbankan anggota keluarga, apalagi agamanya.
Mengorbankan anggota keluarganya baik itu anak, suami/istri, atau
lainnya yang menjadi tanggung jawabnya dengan meninggalkan mereka dalam
waktu yang sangat lama atau selama-lamanya; menitipkan anak di tempat
penitipan anak; menitipkan orangtua di panti jompo; tidak mempedulikan
kesehatan mental, kebutuhan jiwa dan kehidupan spiritual mereka; atau
menjadikan mereka sebagai korban atau tumbal untuk memenuhi persyaratan
yang ditentukan “orang pintar”. Mengorbankan agamanya dalam arti tidak
atau kurang mempedulikan kebutuhan rohaninya; meninggalkan kewajibannya
sebagai hamba Allah; mengabaikan ajaran agamanya seperti dengan
melakukan korupsi, menyuap dan melakukan perbuatan syirik; serta dalam
arti meninggalkan agamanya yakni keluar dari Islam (murtad).
Mengejar materi untuk memenuhi kebutuhan materi dengan mengorbankan
agamanya adalah tanda bahwa seseorang lebih mencintai materi dari pada
Allah dan Rasul-Nya.Maka, logis jika dia enggan berjihad di jalan Allah
dengan jiwa dan hartanya.
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا
وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ
إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ
فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي
الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik.” [QS: At Taubah: 24]
Perlakuan-perlakuan menyimpang terhadap materi seperti tersebut di
atas telah berlaku sepanjang sejarah manusia. Di jaman nabi Musa as ada
Karun yang kufur nikmat, sombong, membanggakan hartanya, mengklaim harta
yang didapatkannya bukanlah dari Allah tapi karena ilmu dan hasil
keringatnya, serta enggan berzakat, berinfak dan bersedekah. Sebagai
balasannya, Karun diazab Allah dengan cara ditelan hidup-hidup oleh bumi
beserta harta bendanya.
إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ
وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ
بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ (QS. al-Qashash [28]:76)
Artinya: “Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia
berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh
sejumlah orang yang kuat-kuat. Ketika kaumnya berkata kepadanya:
"Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang terlalu membanggakan diri".”
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ
أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ
أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعاً وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ
الْمُجْرِمُونَ (QS. al-Qashash [28]:78)
Artinya: “Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta
itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui,
bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang
lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan
tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang
dosa-dosa mereka.”
Di jaman ini perilaku-perilaku menyimpang terhadap materi lebih
masif, intensif dan lebih kental dilakukan umat manusia termasuk yang
beragama Islam. Salah satu penyebabnya adalah menyebarnya ideologi
materialisme. Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar
segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan
semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam
indra. Sedangkan orang yang menganut dan menjalankan paham materialisme
dan orang yang mementingkan kebendaan seperti harta, uang, dan lain
sebagainya disebut dengan materialis. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Di jaman modern ini budaya dan nilai-nilai materialistis telah
menyebar luas ke setiap sudut dunia dan tak kenal usia menjangkiti
anak-anak hingga orang lanjut usia, dan tak pandang agama apapun agama
seseorang, tak terkecuali yang beragama Islam.
Pendidikan, media massa, dan alat teknologi informasi dan komunikasi
adalah sarana yang efektif digunakan untuk menyebarluaskan ideologi
materialisme oleh pengasongnya.
Media massa seperti koran, majalah,
radio dan televisi juga tidak ketinggalan mencetak manusia-manusia yang
materialis dengan cara mempromosikan nilai-nilai materialisme.
Di antara semua media massa, televisi merupakan media yang paling
efektif mempengaruhi dan merubah nilai hidup, cara pandang, cara
berpikir, pola hidup dan gaya hidup. Melalui iklan, film, sinetron, talk
show dan program-program lainnya termasuk berita, televisi secara halus
mempromosikan cara berpikir, pola hidup dan gaya hidup materialistis.
Menariknya, di Indonesia, lebih mudah menemukan rumah tangga yang
mempunyai televisi lebih dari satu buah. Bahkan televisi sudah jamak
menjadi milik pribadi dan bersifat mobile yang dapat di nikmati
di mana saja dan kapan saja. Juga saat ini sulit mendapati orang
termasuk yang beragama Islam yang tidak pernah atau jarang menonton
televisi, tapi malah lebih mudah mendapati anak-anak hingga orang yang
sudah lanjut usia menghabiskan banyak waktu di depan televisi.
Demikian demikian, tidaklah mengherankan jika penyakit materialisme
telah merebak di mana-mana.*/ bersambung ke Tulisan Kedua
http://hidayatullah.com/read/23023/07/06/2012/selamatkan-diri-dan-keluarga-dari-penyakit-materialisme-----.html
No comments:
Post a Comment